Pluralisme dalam Konteks Ke-Indonesia-an



Pluralisme dalam Konteks Ke-Indonesia-an

Sejarah merupakan bukti nyata bahwa bangsa kita -mulai kerajaan majapahit, mataram, kerajaan sriwijaya, kerajaan Islam Demak sampai pada lahirnya Indonesia- merupakan bangsa kaya akan budaya, suku, bahasa daerah, keyakinan dan agama.[1] Masyarakat telah menyakini sesuatu yang berada di luar diri manusia dan berpengaruh terhadap hidup manusia yaitu kepercayaan animisme, dinamisme dan agama Hindu dan Budha yang datang dari India. Islam masuk dengan ajaran-ajaran pembebasan, pencerahan, tidak ada perbedaan kasta dan dengan damai Islam tersebar di Indonesia sedangkan di lain pihak agama Budha dan Hindu telah mewarnai kebudayaan masyarakat saat itu. Dan proses pertemuan antara kebudayaan-kebudayaan yang berkembang di masyarakat dengan kebudayaan yang datang kemudian tidak dapat dihindari. Hal ini juga terjadi pada proses penyebaran agama, yang tentunya juga diwarnai oleh budaya masyarakat saat itu.

Pluralisme dalam Konteks Ke-Indonesia-an. Lambat-laun kultur masyarakat yang telah diwarnai oleh hinduisme dan budhiisme mengalami proses akulturasi. Proses akulturasi budaya dan agama yang dalam waktu panjang menyebabkan kesulitan untuk memisahkan mana unsur budaya dan mana unsur agama, hal ini dikarenakan keduanya saling mengisi. Manusia tidak dapat beragama tanpa budaya, karena kebudayaan merupakan kreativitas manusia yang bisa menjadi salah satu bentuk ekspresi keberagamaan.[2]



[1] Agama mempunyai kontribusi yang berpengaruh terhadap dinamika kehidupan berbangsa dan bermasyarakat, trut claim atas nama agama sering dijadikan alasan kuat terjadinya konfik yang berkepanjangan missal: dari kerusuan Poso, Ambon dan berbagai daerah di Indonesia. Hal ini memerlukan solusi dan perhatian dari berbagai pihak baik pemerintah maupun masyarakat (tokoh agama, tokoh masyarakat), dengan harapan kerusuan dan konflik tidak terjadi lagi. Kerusuhan dan kekerasan dengan mengatasnamakan agama atau dengan alasan apapun sangat bertentangan dengan nilai-nilai normatif yang ada dalam agama. Bukti ini menunjukkan bahwa masing-masing pemeluk agama belum secara penuh mengaplikasikan ajaran agamanya dalam kehidupan bermasyarakat. Semua agama melarang kekerasan, pembunuhan serta menganjurkan sikap toleransi dan kasih sayang.

[2] Umaruddin Masdar, Membaca Pemikiran Gus Dur dan Amin Rais tentang Demokrasi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), hlm. 139



 

Return to top of page Copyright © 2010 | Platinum Theme Converted into Blogger Template by HackTutors